Monday, 31 October 2011

“Any Man Can be a Father, It Takes Someone Special to be a Dad……”

Banyak laki-laki yang secara fisik siap menjadi ayah, tetapi secara psikologis belum cukup matang untuk menjalani peran itu. Mereka menjalankan peran sebagai ayah lebih karena keterpaksaan, bukan karena kesungguhan menghadirkan sosok ayah bagi keluarga mereka. Tak sedikit pula laki-laki yang memilih untuk keluar dari peran ayah. Sejumlah laki-laki meninggalkan rumah. Sejumlah besar lain lari secara psikologis. Tubuh mereka ada di rumah, tetapi pikiran mereka melayang ke tempat lain. Mereka menjadi “penghuni” garasi, menghabiskan waktu di depan komputer, atau di depan televisi. Bahkan beberapa laki-laki, yang merasa frustrasi karena gagal memenuhi tuntutan menjadi ayah yang baik, mengungkapkan kemarahan mereka dalam bentuk penganiayaan dan kekerasan fisik. Adakah jalan keluar untuk para ayah?


“Any man can be a father. It takes someone special to be a dad……”

Menjadi super dad jelas bukan tugas mudah, tapi bukan berarti sulit dilakukan. Tentu senang, bukan, bila anak kita berkata, “Ayahku adalah orang paling hebat sedunia!”
Sentuhan langsung seorang ayah memberikan pengaruh secara psikis dan fisik kepada anak, hal ini akan menciptakan ikatan batin yang kuat antara keduanya. Banyak yang bisa dilakukan seorang ayah untuk menjadi super dad:

Kualitas, Bukan Kuantitas. Daripada membeli mainan terbaru dan termahal, kesediaan meluangkan waktu bermain bersama anak itu kuncinya. Habiskan waktu yang berkualitas dengan anak. Setiap anak membutuhkan kehadiran ayahnya. Mulai dari mengisi harinya dengan nilai-nilai hidup, memperhatikannya, sampai menghabiskan waktu bersama.

Mendengarkan cerita di sekolahnya atau hobi terbarunya juga bisa menambah kualitas kedekatan antara ayah dan anak. Hal ini menunjukkan, seorang ayah yang peduli dan sayang kepada anaknya. Percaya atau tidak, anak perempuan yang menghabiskan waktu berkualitas bersama ayahnya, akan tumbuh dengan keyakinan, dirinya memang layak dihormati oleh laki-laki di sekitarnya.

Anak dan Ayah Belajar. Menemani Belajar, Jika biasanya ayah membaca koran sendiri, sekarang membacalah bersama anak yang sedang belajar. Keberadaan ayah sudah mendorong anak untuk lebih serius belajar. Selain itu saat menemani anak belajar, sebaiknya ayah membaca buku atau koran. Intinya, menunjukkan bahwa membaca itu merupakan suatu hal yang menyenangkan.

Pentingnya Percaya Diri. Rasa percaya diri amat penting untuk membangun karakter anak. Cara termudah melakukannya harus dimulai untuk diri sendiri. Tunjukkan seorang ayah yang pede dengan pekerjaannya. Anak pun akan pede melihat ayahnya yang setiap pagi bekerja dengan penuh, lalu pulang dengan senyum bangga.

Disiplinkan dengan Kasih Sayang. Semua anak butuh bimbingan dan pendisiplinan, bukan sebagai hukuman, melainkan untuk menetapkan batasan-batasan yang masuk akal. Ingatkanlah anak-anak akan ganjaran perbuatan mereka dan berikanlah imbalan yang berarti atas perilaku yang diinginkan.

Perlihatkanlah Kasih Sayang. Pelukan hangat atau usapan lembut di rambut adalah sinyal cinta seorang ayah kepada anaknya. Imbasnya, jiwa anak akan merasa dilindungi, didukung, juga diterima apa adanya. Kasih sayang juga bisa ditunjukkan ayah lewat kesabaran.

Sadarilah Bahwa Tugas Sebagai Ayah Tidak Pernah Selesai. Bahkan setelah anak-anak besar dan siap meninggalkan rumahpun, mereka akan tetap mencari hikmat serta nasihat dari Ayahnya. karena di dalam benaknya terbersit “Ayahku adalah orang paling hebat sedunia!” Entah soal meneruskan pendidikan, pekerjaan baru, atau pernikahan, para Ayah terus memainkan peran penting dalam kehidupan anak-anak mereka sementara mereka bertumbuh dan, mungkin, menikah dan membangun keluarga sendiri.

No comments:

Post a Comment